BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemakaian antibiotik sudah
lazim digunakan oleh masyarakat, tanpa memahami
bagaimana seharusnya menggunakan antibiotika tersebut, pengobatan dengan antibiotika
yang semakin luas sudah menjadi permasalahan yang penting diseluruh dunia. Saat
ini hampir sebagin besar masyarakat telah familiar dengan istilah antibiotik.
Antibiotik sendiri adalah zat-zat kimia yang dihasilkn oleh fungi dan bakteri
yng memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman. Sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil, antibiotik sering digunakan untuk membunuh bakteri
penyebab infeksi (Tiara, S.,
2012).
Menurut direktur
jendral bina kefarmasian dan alat kesehatan kementrian kesehatan, Maura Linda
Sitanggang dalam periode tujuh dekade terakhir penggunaan antibiotik dapat
meningkatkan kualitas hidup manusia. Tapi, kini angka pemakaian antibiotik yang
tidak rasional di
indonesia sangat memprihatinkan, kini banyak terjadi
resistensi mikroba terhadap antibiotik. Padahal penelitian dibidang
mikrobiologi klinis hanya sedikit sehingga kalah cepat dengan resistensi
mikroba (Anonimd, 2013).
Pemakaian
antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak membahayakan bagi
kesehatan masyarakat. Gangguan organ
tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna, gangguan ginjal,
gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya.
Pemakaian antibiotik berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang
baik dan berguna yang ada dalam tubuh kita, sehingga tempat yang semula
ditempati oleh bakteri ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur
kejadian ini disebut superinfection. Penggunaan
antibiotik yang irrasional menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi
dan menjadi kuman yang resisten atau disebut superbugs (Anonimb, 2011).
Ada
berbagai faktor yang dapat memicu berkembangnya resistensi mikroba terhadap
antibiotik. Salah satunya, kini antibiotik bisa dijual bebas sehingga sangat
mudah didapatkan. Akibatnya, masyarakat lebih bebas menggunakan antibiotik.
Penyebab lain adalah tidak terkontrolnya pemakaian antibiotik pada hewan ternak
kemudian hasil ternaknya dikonsumsi oleh manusia. Bahkan penyebab yang paling utama penyebab terjadinya resistensi
bakteri adalah akibat rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya pemakaian
antibiotik, sering kali masyarakat (pasien) yang merasa sudah sembuh tidak
menghabiskan semua antibiotik yang sudah diberikan (Anonimd, 2013).
Pada saat
antibiotik dikonsumsi oleh pasien, bakteri yang ada dalam tubuh terus
bermutasi. Selalu ada kemungkinan mutasi bakteri yang berlangsung di
dalam tubuh pasien, muncul bakteri-bakteri dengan
struktur genetik yang beradaptasi dengan kehadiran antibiotik didalam tubuh.
Pada penggunaan antibiotik yang tidak tuntas, bakteri-bakteri dengan kemampuan
untuk beradaptasi yang baru hasil mutasi ini akan terus berkembang biak, dan
bila populasinya mencapai jumlah yang dapat menyebabkan infeksi, pengobatan
dengan antibiotik yang sebelumnya akan menjadi kurang efektif.
Apabila hal ini
berlangsung dalam waktu yang lama, maka resisitensi bakteri didalam tubuh terus
meningkat. Pengobatan terhadap infeksi lanjutan akan membutuhkan jenis-jenis
antibiotik yang lebih spesifik dan dapat meningkatkan kesulitan proses
medikasi. Biaya pengobatan pun akan meningkat karena penanganan khusus harus
diberikan terhadap bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik (Anonimc,
2013).
Menurut Pangaribuan,
R., (2012) hanya 13,20% masyarakat Desa Lumban Pea
kabupaten Toba Samosir yang berpengetahuan yang baik tentang antibiotik,
sedangkan menurut Manurung, S., (2012) hanya 17,72% pasien rawat jalan puskesmas
Siantar Narumonda Kabupaten Toba Samosir yang berpengetahuan baik tentang
antibiotik. Sedangakan menurut Nababan, R., (2012) di Desa Nababan Dolok Kecamatan Lintong Nihuta
Kabupaten Humbang Hasundutan hanya 13,10% masyarakat yang berpengetahuan baik
tentang antibiotik. Tentulah pengetahuan yang seperti ini akan berpotensi
memperluas dampak yang merugikan dari penggunaan antibiotik tersebut khususnya
terjadinya resistensi.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Pengideraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan dalah pendidikan, umur, informasi/media massa, social budaya,
lingkungan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2010).
Tingkat
pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah dapat mempengaruhi
pngetahuan seseorang. Tingkat pendidikan berperan menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga
banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2010).
Umur adalah
lamanya hidup, dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur merupakan
periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru.
Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan
yang diperoleh, akan tetapi pada umur-umur tertentu menjelang usia lanjut
kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Usia
dewasa (18-40 tahun) merupakan masa dimana seseorang secara maksimal dapat
mencapai prestasi yang memuaskan dalam karirnya. Pada usia tengah (41-60 tahun)
seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada usia dewasa.
Sedangkan pada usia tua (>60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan hanya
menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak
informasi yang dijumpai sehingga menambah pengetahuan (Anonime,
2013).
Salah satu cara untuk
mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan kuesioner (angket) yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan
pengetahuan yang meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran
pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan
subjektif dan
pertanyaan objektif. Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk
pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari nilai, sehingga nilainya akan
berbeda dari seorang penilai yang satu dibandingkan dengan yang lain dan dari
satu waktu ke waktu lainnya. Pertanyaan pilihan ganda, betul- salah,
menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat
dinilai secara pasti oleh penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas dari
penilai (Anonima, 2011).
Berdasarkan
pemaparan di atas, peneliti
tertarik untuk meneliti hubungan pendidikan dan umur terhadap tingkat
pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir
tentang antibiotik.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan pendidikan dan umur terhadap
tingakat pengetahuan desa Patane I kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir
tentang antibiotik?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui
bagaimanakah gambaran pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea
kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik.
2.
Untuk mengetahui
bagaimanakah gambaran pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea
kabupaten Toba Samosir tentang
antibiotik berdasarkan pendidikan.
3.
Untuk mengetahui
bagaimanakah gambaran pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea
kabupaten Toba Samosir tentang
antibiotik berdasarkan umur.
4.
Untuk mengetahui
apakah ada perbedaan pengetahuan yang signifikan pada masyarakat desa Patane I
kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir
tentang antibiotik berdasarkan pendidikan.
5.
Untuk mengetahui
apakah ada perbedaan pengetahuan yang signifikan pada masyarakat desa Patane I
kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir
tentang antibiotik berdasarkan umur.
1.4 Manfaat Penelitian
Sebagai
bahan informasi pihak yang membutuhkan tentang gambaran pengetahuan masyarakat
desa Patane I kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pendidikan
2.1.1 Pengertian
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat
(Koesoema, D., 2010).
Secara umum pendidikan
merupakan sebuah fenomena antropologis yang usianya hampir
setua dengan sejarah
manusia itu sendiri. Memahami pendidikan
dalam kerangkah proses
penyempurnaan diri manusia secara terus menerus. Ini terjadi karena secara
kodrati manusia memiliki kekurangan dan ketidaklengkapan. Baginya, intervensi
manusiawi melalui pendidikan merupakan
salah satu cara
bagi manusia untuk melengkapi apa
yang kurang dari
kodratnya pendidikan dapat
melengkapi ketidaksempurnaan dalam kodrat alamiah kita (Koesoema, D., 2010).
Pendidikan adalah
rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah
makna pengalaman, dan
yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.
Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat, melalui
lembaga-lembaga pendidikan (sekolah,
perguruan tinggi atau melalui
lembaga-lembaga lain), dengan
sengaja mentransformasikan warisan
budayanya, yaitu pengatahuan,
nilai-nilai dan
keterampilan-keterampilan, dan generasi ke generasi. Dalam Undang-undang
nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
juga dijelaskan pendidikan
adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan
sarana belajar dan
proses pembelajaran agar perserta
didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas
dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan
usaha yang dilakukan dengan
penuh kesadaran dan terencana
(bertahap) dalam meningkatkan potensi diri
peserta didik dalam segala aspeknya menuju terbentuknya
kepribadian dan akhlak mulia dengan menggunakan
media dan metode pembelajaran yang
tepat guna melaksanakan tugas
hidupnya sehingga dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Berdasarkan pengertian pendidikan
di atas maka
dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu usaha
sadar terencana untuk
mewujudkan proses belajar mengembangkan
potensi diri, menambah
pengalaman kemampuan agar menjadi
manusia yang berakal,
berkerakter, bermoral, bermartabat
serta menjadi manusia seutuhnya (Siswoyo, D., dkk, 2007).
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,
yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan
panca indra (Mubarok, 2009). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah
hasil yang dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh seseorang melalui alat
indranya.
2.2.2 Tingkat
pengetahuan
Secara garis besarnya
dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:
1.
Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall
(memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
Untuk mengetahui atau mengukur bahwa
orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
2.
Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu
terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3.
Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah
memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4.
Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan / atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah
apabila orang tersebut telah membedakan atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5.
Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang
untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada.
6.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.2.3 Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo
(2010), berikut
ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang yaitu:
1.
Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan
seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat
memahami. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2.
Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
3. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi
perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara
garis besar dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: perubahan ukuran,
perubahan proporsi, hilangnya cirri-ciri lama, dan timbulnya cirri-ciri baru.
Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau
mental tarap berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4.
Minat
Minat adalah suatu kecendrungan atau keinginan
yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan
menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5.
Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah
dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan
pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk dilupakan oleh seseorang.
Namun, jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan, maka secara
psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi
kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam
kehidupannya.
6.
Kebudayaan lingkungan seseorang
Mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga
kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai
sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat
berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
7.
Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi
dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru.
2.3 Antibiotik
2.3.1 Definisi
Antibiotik adalah
agen yang digunakan
untuk mencegah dan
mengobati suatu infeksi karena
bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang
dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi, yang menghambat
pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain (Setiabudy, 2008).
Antibiotik
banyak dihasilkan dari mikroorganisme, dan beberapa dihasilkan oleh spesies
fungi biasa, misalnya penicillium notatum. Sedikit sekali dihasilkan oleh
bakteri asli, kecuali yang berasal dari spesies bacillus (Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002). Tiap antibiotik memiliki perbedaan
antara yang satu dengan yang lainnya baik dalam suasana kimianya (Irianto,
2011).
2.3.2 Penggolongan
Antibiotik
Menurut Setiabudy (2008),
penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)
Berdasarkan
struktur kimia antibiotik Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik
dikelompokkan sebagai berikut:
a.
Golongan Aminoglikosida
antara
lain amikasin, dibekasin,
gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin,
paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.
b.
Golongan Beta-Laktam
antara
lain golongan karbapenem
(ertapenem, imipenem, meropenem),
golongan sefalosporin (sefaleksin,
sefazolin, sefuroksim,
sefadroksil, seftazidim), golongan
beta-laktam monosiklik, dan
golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen
antibakterial alami yang
dihasilkan dari jamur
jenis Penicillium chrysognum.
c.
Golongan Glikopeptida
antara
lain vankomisin, teikoplanin,
ramoplanin dan dekaplanin.
d.
Golongan Poliketida
antara
lain golongan makrolida
(eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida
(telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin,
klortetrasiklin).
e.
Golongan
Polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin.
f.
Golongan Kinolon
(fluorokinolon)
antara
lain asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin,
norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.
g.
Golongan Streptogramin
antara
lain pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
h.
Golongan
Oksazolidinon, anatara lain linezolid.
i.
Golongan
Sulfonamida, antara lain kotrimoksazol dan trimetoprim.
j.
Antibiotik
lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.
2)
Berdasarkan
toksisitas selektif
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada
antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen
bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri.
Sedangkan agen bakterisida
membunuh bakteri. Perbedaan ini
biasanya tidak penting
secara klinis selama
mekanisme pertahanan pejamu terlibat
dalam eliminasi akhir
patogen bakteri.
Pengecualiannya adalah terapi
infeksi pada pasien
immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisida. Kadar minimal
yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing – masing
dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)
dan kadar bunuh
minimal (KBM). Antibiotik
tertentu aktivitasnya dapat meningkat
dari bakteriostatik menjadi
bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi
KHM.
3)
Berdasarkan
mekanisme kerja antibiotik
Menurut Setiabudy (2008), berdasarkan mekanisme
kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai beirkut :
a.
Inhibitor
sintesis dinding sel bakteri Memiliki
efek bakterisidal dengan
cara memecah enzim
dinding sel dan menghambat enzim
dalam sintesis dinding
sel. Contohnya antara
lain golongan β-Laktam seperti
penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan
inhibitor sintesis dinding
sel lainnya seperti vancomysin, basitrasin,
fosfomysin, dan daptomysin.
b.
Inhibitor
sintesis protein bakteri Memiliki
efek bakterisidal atau
bakteriostatik dengan cara
menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan
menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor
sintesis protein bakteri seperti
aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin,
oksazolidinon, kloramfenikol.
c.
Menghambat
sintesa folat Mekanisme kerja ini
terdapat pada obat-obat
seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri
tidak dapat mengabsorbsi
asam folat, tetapi
harus membuat asam folat
dari PABA (asam
paraaminobenzoat), pteridin, dan glutamat.
Sedangkan pada manusia,
asam folat merupakan
vitamin dan kita tidak dapat
menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif
untuk senyawa-senyawa antimikroba.
d.
Mengubah
permeabilitas membran sel Memiliki
efek bakteriostatik dan
bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran
dan oleh karena
hilangnya substansi seluler menyebabkan sel
menjadi lisis. Obat-
obat yang memiliki
aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin,
nistatin, kolistin.
e.
Mengganggu
sintesis DNA Mekanisme kerja ini
terdapat pada obat-obat
seperti metronidasol,
kinolon, novobiosin. Obat-obat
ini menghambat asam
deoksiribonukleat (DNA)
girase sehingga mengahambat
sintesis DNA. DNA
girase adalah enzim yang
terdapat pada bakteri
yang menyebabkan terbukanya
dan terbentuknya superheliks pada
DNA sehingga menghambat
replikasi DNA.
f.
Mengganggu
sintesa RNA, seperti rifampisin.
4)
Berdasarkan
aktivitas antibiotik
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik
dikelompokkan sebagai berikut:
a.
Antibiotika
spektrum luas (broad spectrum)
Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin
efektif terhadap organisme baik
gram positif maupun
gram negatif. Antibiotik
berspektrum luas sering kali
dipakai untuk mengobati
penyakit infeksi yang
menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
b.
Antibiotika
spektrum sempit (narrow spectrum)
Golongan
ini terutama efektif
untuk melawan satu
jenis organisme. Contohnya
penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram positif.
Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat
selektif, maka obat-obat
ini lebih aktif
dalam melawan organisme tunggal
tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.
5)
Berdasarkan
pola bunuh antibiotic
Terdapat 2 pola bunuh antibiotik terhadap kuman
yaitu :
a.
Time
dependent killing.
Pada
pola ini antibiotik
akan menghasilkan daya bunuh maksimal
jika kadarnya dipertahankan
cukup lama di
atas Kadar Hambat Minimal
kuman. Contohnya pada
antibiotik penisilin,
sefalosporin, linezoid, dan eritromisin.
b.
Concentration
dependent killing.
Pada
pola ini antibiotik
akan menghasilkan daya bunuh
maksimal jika kadarnya
relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu
mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu
lama. Contohnya pada
antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid (Setiabudy,
2008).
2.3.3 Prinsip Kerja Antibiotik
Mekanisme kerja obat
antibiotik dibagi atas empat bagian, yaitu:
1. Penghambatan
sintesis dinding sel
Contoh: basitrasin,
sefalosporin, sikloserin, penisilin, vankomisin.
2. Perubahan
permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel
Contoh: amfoterisin B,
azoles, polien, polimiksin.
3. Penghambatan
sintesis protein (yaitu penghambatan translasindan transkipsi material
genetik).
Contoh: aminoglikosida,
tetrasiklin, makrolida (eritromisin), kloramfenikol, linkomisin.
4. Penghambatan
sintesis asam nukleat
Contoh: kuinolon,
pirimetamin, rifampisin,
sulfonamid, trimetoprim.
Obat antibiotik sering
disebut sebagai bakteriostatik dan bakterisidal. Istilah “bakteriostatik”
menggambarkan suatu obat yang sewaktu-waktu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Apabila obat dihilangkan, organisme akan tumbuh kembali, dan
infeksi atau penyakit akan kambuh. Obat bakteriostatik yang khas adalah
tetrasiklin dan sulfonamid. Istilah “bakterisidal” digunakan untuk obat yang
menyebabkan kematian mikroorganisme. Obat bakterisidal yang khas adalah
beta-laktam (penisilin, sefalosforin) dan aminoglikosida (Syarif, 1997).
2.3.4 Penggunaan Antibiotik
Hasil studi di Indonesia, Pakistan dan
India menunjukkan bahwa lebih
dari 70% pasien diresepkan antibiotik. Hampir 90% pasien
mendapatkan suntikan antibiotik yang
sebenarnya tidak diperlukan. Hasil sebuah studi pendahuluan di New Delhi
mengenai persepsi masyarakat dan dokter
tentang penggunaan antibiotik, 25% responden menghentikan penggunaan
antibiotik ketika pasien tersebut mulai
merasa lebih baik, akan tetapi pada
kenyataannya penghentian pemberian
antibiotik sebelum waktu yang
seharusnya, dapat memicu
resistensi antibiotik tersebut.
Pada 47% responden, mereka
akan mengganti dokternya
jika dokter tersebut
tidak meresepkan antibiotik, dan
18% orang menyimpan
antibiotik dan akan digunakan lagi untuk dirinya sendiri atau untuk
keluarganya, sedangkan 53% orang akan mengobati dirinya sendiri dengan
antibiotik ketika sakit. Dan 16% dokter meresepkan antibiotik pada pasien
dengan demam yang
tidak spesifik, 17%
dokter merasa pasien
dengan batuk perlu antibiotik, 18% dokter merekomendasikan antibiotik
untuk diare dan 49% dokter
mengobati telinga bernanah
dengan antibiotik. Peresepan
dan penggunaan antibiotik yang
terlalu berlebihan tersebut
dapat memicu terjadinya
resistensi antibiotik.
Atas indikasi penggunaannya, antibiotik dapat digolongkan
menjadi antibiotik untuk terapi
definitif, terapi empiris,
dan terapi profilaksis.
Terapi secara definitif hanya
digunakan untuk mengobati
infeksi karena bakteri. Untuk
mengetahui
bahwa infeksi tersebut disebabkan
karena bakteri, dokter
dapat memastikannya dengan kultur
bakteri, uji sensitivitas,
tes serologi dan
tes lainnya. Berdasarkan
laporan, antibiotik dengan spektrum
sempit, toksisitas rendah,
harga terjangkau, dan efektivitas tertinggi harus diresepkan
pada terapi definitif.
Pada terapi secara
empiris, pemberian antibiotik diberikan
pada kasus infeksi
yang belum diketahui
jenis kumannya seperti pada
kasus gawat karena
sepsis, pasien imunokompromise dan sebagainya. Terapi antibiotik pada kasus
ini diberikan berdasarkan data epidemiologi kuman yang ada. Sedangkan terapi
profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan untuk pencegahan pada
pasien yang rentan terkena infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik
yang berspektrum sempit dan spesifik (Anonimb, 2010).
2.3.5 Faktor
yang Mempengaruhi Penggunaan Antibiotik
Faktor – faktor
yang mempengaruhi penggunaan antibiotik di negara berkembang terdiri dari
faktor pembuat resep,
pembuat obat, dan
pasien. Faktor yang menentukan
penggunaan obat oleh pembuat resep dapat
dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
a.
Tingkat
pengetahuan tentang Penggunaan Antibiotik yang Tepat (PAT)
Tingkat
pengetahuan merupakan faktor
intrinsik dari pembuat
resep, dan merupakan faktor
utama yang mempengaruhi
rasionalitas peresepan. Rendahnya tingkat pengetahuan
mungkin disebabkan kurangnya
pendidikan tentang penggunaan
antibiotik sehingga dapat terjadi salah diagnosis dan kesulitan untuk
membedakan infeksi bakteri atau viral.
b.
Ketersediaan
sarana diagnostik dan pemeriksaan penunjang
Tersedianya
sarana diagnostik dan
pemeriksaan penunjang yang memadai
akan mengarahkan diagnosis dan terapi menjadi lebih tepat.
c.
Permintaan
pasien
Keputusan
dokter dalam proses
peresepan antibiotik dapat
dipengaruhi oleh keinginan pasien
untuk memperoleh obat antibiotik, tetapi pengaruh faktor pasien tidak sebesar
faktor dari pembuat resep.
d.
Promosi
obat
Seringkali
pihak farmasi tertentu
memberikan insentif untuk
penggunaan beberapa jenis antibiotik
atau selebaran informasi
tentang obat yang
diproduksi sehingga meningkatkan akses pembuat resep terhadap
penggunaan antibiotik tertentu.
e.
Ketersediaan
obat
Keterbatasan pesediaan obat yang diperlukan
dapat mempengaruhi pembuat resep beralih pada jenis obat lain yang mungkin
kurang tepat jika dibandingkan dengan obat pilihan utama.
f.
Tingkat
dan frekuensi supervisi
Supervisi dapat dilihat berdasarkan
tingkat kedisiplinan pengawasannya dan frekuensi
supervise pada tiap kasus. Pengawasan oleh atasan dapat meningkatkan
rasionalitas penggunaan antibiotik
atau justru sebaliknya,
dapat terjadi pemberian antibiotik
yang kurang atau
berlebihan akibat kekhawatiran pembuat resep (Anonimd,
2013).
2.3.6 Resistensi
Antibiotik
Menurut Rianto, S.,
(2009), secara
garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap satu antibiotik melalui 3 mekanisme:
1.
Obat tidak dapat
mencapai tempat kerjanya dalam sel mikroba.
Pada
kuman gram negatif, molekul antibiotik yang kecil dan polar dapat menembus
dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut
porin. Bila porin menghilang atau mengalami mutasi maka masuknya antibiotik
akan terhambat, kuman mengurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan
antibiotik ke dalam sel (misalnya gentamisin) dan mikroba mengaktifkan pompa
efluks untuk membuang keluar antibiotik yang ada dalam sel (misalnya pada
tetrasiklin).
2. Inaktivasi
obat.
Mekanisme
ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan aminoglikosida
dan betalaktam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan
antibiotik tersebut.
3.
Mikroba mengubah tempat
ikatan antibiotik.
Mekanisme
ini terlihat pada S. Aureus yang
resisten terhadap metisilin (MRSA). Kuman ini mengubah Penicillin Binding Proteinnya (PBP) sehingga afinitasnya menurun
terhadap metisilin dan antibiotik beta laktam yang lain.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode
penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif survei dengan evaluasi hubungan pendidikan
dan umur terhadp tingkat pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea
Kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik. Dimana hubungan tersebut digambarkan
dengan pemberian kuisioner yang diisi sendiri oleh responden. Kuisioner terdiri
dari dua puluh dua pertanyaan
yang dapat menggambarkan sejauh mana pengetahuan masyarakat desa patane I
tentang antibiotik.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di
Desa Patane I Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba
Samosir.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan
selama 3 minggu, dimulai 10 Juni s/d 29 Juni 2013.
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa Patane I, Kecamatan Porsea
Kabupaten Toba Samosir, yaitu sebanyak 133 orang.
3.3.1.1 Kriteria inklusi
1. masyarakat yang
tinggal di Desa Patane I
2. umur 17 – 55 tahun
3. dapat membaca dan
menulis
4. bersedia menjadi
responden
3.3.1.2 Kriteria eksklusi
1. masyarakat pendatang
yang tidak berdomisili di Desa Patane I
2. di bawah 17 dan di atas 55 tahun
3. tidak dapat membaca
dan menulis
4. tidak bersedia
menjadi responden
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berusia 17 tahun s/d 55 tahun yang
memenuhi kriteria
inklusi.
3.3.3 Besar sampel
Besar sampel yang
digunakan adalah berdasarkan rumus Slovin, yaitu:
N= jumlah populasi = 133
n= besar sampel
α = batas toleransi kesalahan
3.3.4 Sampling
Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan pengambilan sampel secara
acak stratifikasi atau stratified random
sampling. Dasar penentuan strata yang digunakan adalah pendidikan dan umur.
Strata untuk pendidikan adalah: (1) tamat SD/sederajat, (2) tamat SMP/sederajat,
(3) tamat SMA/sederajat, dan (4) tamat sarjana (pendidikan setelah SMA).
Sedangkan strata untuk umur adalah: (1) umur 17-25 tahun/masa remaja akhir, (2)
umur 26-35/masa dewasa awal, (3) umur 36-45 tahun /masa dewasa akhir, (4) umur
46-55 tahun/masa lansia awal. Cara pengambilan sampel pada setiap strata
dikombinasi antara pengambilan sampel secara acak sederhana dan sampel jenuh,
acak sederhana dilakukan jika jumlah sampel pada strata tertentu banyak (melebihi
dari rata-rata jumlah strata) dan sampel jenuh digunakan jika jumlah sampel
pada strata tertentu sedikit (kurang dari rata-rata jumlah strata)
(Notoatmodjo, 2010).
3.4 Prosedur Penelitian
1.
Diajukan surat permohonan pengantar penelitian ke kampus
yang ditujukan kepada Kepala Desa Patane I, Kecamatan porsea, Kabupaten Toba
Samosir.
2.
Diserahkan surat pengantar penelitian dari kampus kepada
Kepala Desa Patane I (lampiran 1)
3.
Diterima surat balasan dari
Kepala Desa Patane I dan menyerahkan ke kampus (lampiran 2)
4.
Ditetapkan sampel dan besar sampel
5.
Diserahkan lembar persetujuan menjadi responden (lampiran
3)
6.
Dilakukan pembagian kuesioner kepada responden
7.
Pengumpulan
kuesioner
8.
Pengolahan data
9.
Penyajian data
3.5 Kerangka Konsep
Pengetahuan Tentang Antibiotik
|
·
Pendidikan
·
Umur
|
Gambar 3.1 Kerangka Konsep penelitian hubungan pendidikan dan
umur terhadap tingkat pengetahuan masyarakat desa patane I tentang antibiotik.
3.6 Kerangka Kerja
Mengajukan surat pengantar penelitian
|
Survei
Awal Masyarakat Desa Patane I
|
|
Pembuatan Kuisioner
|
Uji validitas dan reliabilitas
|
Pembagian kuisioner
|
Pengumpulan Kuisioner
|
Pengolahan data
|
Penyajian data
|
Gambar 3.2 Kerangka Kerja penelitian hubungan pendidikan dan umur terhadap tingkat pengetahuan masyarakat desa patane I tentang antibiotik.
3.7 Instrumen penelitian
Kuesioner penelitian ini merupakan pertanyaan tertutup
dengan menyediakan jawaban benar, salah, dan ragu-ragu. Kuesioner berisikan
pengetahuan masyarakat tentang antibiotik sebanyak dua puluh dua
pertanyaan yang terdiri dari: 1) Pengertian
antibiotik, 2) contoh antibiotik, 3) tujuan penggunaan antibiotik, 4) aturan
pakai dan 5) efek samping antibiotik. (kuesioner terdapat pada lampiran 4)
Untuk
menilai pengetahuan itu diberikan skor atas jawaban kuesioner, bila jawaban
benar skor satu, bila jawaban salah skor nol. Selanjutnya digunakan perhitungan
untuk memperoleh kategori pengetahuan sebagai berikut:
a. Menentukan nilai terbesar dan terkecil
Nilai terbesar =
22
Nilai terkecil =
0
b. Menentukan nilai rentang (R)
Rentang = Nilai terbesar – nilai terkecil
= 22 – 0
= 22
c. Banyak kelas
-
Kurang
-
Cukup
-
Baik
d. Menentukan nilai panjang kelas
Panjang kelas (i) =
Rentang/Banyak kelas
=
22/3
= 7,33
e. Menentukan kategori pengetahuan berdasarkan perolehan
nilai
Kurang =
jika responden memiliki jumlah skor 0 sampai 7
Cukup =
jika responden memiliki jumlah skor 8 sampai 14
Baik = jika responden
memiliki jumlah skor 15 sampai 20
3.8
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel
dibagi menjadi dua yaitu:
1. Variabel bebas :
Pendidikan
dan Umur
2. Variabel terikat : Pengetahuan Tentang Antibiotik
3.9 Uji Kuesioner sebagai
alat ukur
Kuesioner sebagai alat kur atau alat
pengumpul setelah selesai disusun, belum berarti kuesioner tersebut dapat
langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat
ukur penelitian perlu uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu maka kuesioner
tersebut harus dilakukan uji coba (trial)
di lapangan. Responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya yang memiliki
ciri-ciri responden dari tempat di mana tempat penelitian tersebut
dilaksanakan.
Agar
diperoleh distribusi hasil nilai pengukuran mendekati normal, maka sebaiknya
jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Hasil uji coba ini
kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (kuesioner) yang
telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas. Suatu alat ukur harus
mempunyai kriteria, validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010).
3.9.1
Uji validitas
Validitas
adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur (kuesioner) itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Pada penelitian ini validitas kuesioner diukur dengan
membagikan kesioner terhadap 20 responden diluar sampel, data yang diperoleh
diolah dengan statistical product and
service solutions (SPSS) versi 20. Uji validitas dapat dilihat pada tabel 3.1
3.9.2 Uji reliabilitas
Reliabilitas
adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana sautu alat pengukur dapat dipercaya
atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu
tetap konsisten (tidak berubah) bila dilakukan pengukuran dau kali atau lebih
terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo,
2010).
Pada
penelitian ini reliabilitas kuesioner diukur dengan membagikan kesioner
terhadap 20 responden diluar sampel, data yang diperoleh diolah dengan SPSS
versi 20. Uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel
3.1 Uji validitas dan Uji Reliabilitas
Item-Total
Statistics
|
||||
Scale
Mean if Item Deleted
|
Scale
Variance if Item Deleted
|
Corrected
Item-Total Correlation
|
Cronbach's
Alpha if Item Deleted
|
|
soal1
|
15,1500
|
32,661
|
,615
|
,915
|
soal2
|
15,3000
|
31,695
|
,652
|
,914
|
soal3
|
15,3000
|
31,695
|
,652
|
,914
|
soal4
|
15,4000
|
31,832
|
,579
|
,916
|
soal5
|
15,1500
|
32,661
|
,615
|
,915
|
soal6
|
15,2000
|
32,484
|
,581
|
,916
|
soal7
|
15,3000
|
31,905
|
,610
|
,915
|
soal8
|
15,4000
|
32,568
|
,444
|
,919
|
soal9
|
15,4000
|
32,147
|
,521
|
,917
|
soal10
|
15,3500
|
32,029
|
,560
|
,916
|
soal11
|
15,4000
|
32,253
|
,502
|
,917
|
soal12
|
15,5000
|
31,842
|
,564
|
,916
|
soal13
|
15,3000
|
32,537
|
,487
|
,918
|
soal14
|
15,3000
|
32,011
|
,590
|
,915
|
soal15
|
15,2000
|
32,274
|
,628
|
,915
|
soal16
|
15,2000
|
31,958
|
,699
|
,913
|
soal17
|
15,2000
|
32,800
|
,511
|
,917
|
soal18
|
15,3500
|
32,345
|
,500
|
,917
|
soal19
|
15,2000
|
32,589
|
,557
|
,916
|
soal20
|
15,2000
|
32,695
|
,534
|
,916
|
soal21
|
15,1000
|
33,358
|
,539
|
,917
|
soal22
|
15,1000
|
33,358
|
,539
|
,917
|
(sumber hasil uji Item-Total
Statistics spss versi 20)
Untuk melihat validitas maka kolom yang dilihat dari tabel 3.1 adalah Corrected
Item-Total Correlation (R hitung) dibandingkan dengan R tabel. R tabel untuk 20 responden
dengan taraf signifikasi (α) 5% adalah 0,444. Suatu pertanyaan dinyatakan vailid jika R hitung >
dari R tabel. Berdasarkan tabel 3.1 diketahui
bahwa pertanyaan kesatu (P1) sampai pertanyaan kedua puluh dua (P22) mempunyai Corrected
Item-Total Correlation (R hitung) > dari 0,444. Dari hasil pengujian ini semua pertanyaan
dinyatakan vailid.
Untuk melihat reliabilitas maka kolom yang dilihat
dari tabel 3.1 adalah Cronbach's
Alpha if Item Deleted dibandingkan
dengan 0,800. Pertanyaan dianggap reliable jika nilai Cronbach's
Alpha if Item Deleted > dari 0,08 (Situmorang S., H, 2010). Berdasarkan tabel 3.1 diketahuai bahwa pertanyaan
kesatu (P1) sampai pertanyaan kedua puluh dua (P22) mempunyai Cronbach's
Alpha if Item Deleted > dari 0,800. Dari
hasil pengujian ini semua pertanyaan dinyatakan reliabel.
3.10 Data
3.10.1 Data primer
Data
primer diperoleh secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang diberikan
kepada responden yang berisi pernyataan dan dipilih jawaban yang telah
dipersiapkan.
3.10.2 Data sekunder
Data
sekunder berupa data kependudukan yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Patane
I Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.
3.11 Pengolahan Data
Pengolahan
data dilakukan dengan cara manual dengan prosedur sebagai berikut:
1.
Editing
Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang baik agar
didapat informasi yang benar. Dalam kegiatan ini dilakukan pemeriksaan apakah
jawaban pada lembar penelitian sudah cukup baik.
2.
Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode agar proses pengolahan lebih
mudah, dimana pengkodean didasari oleh jawaban yang dipilih dan pada setiap
jawaban tersebut diberi skor atau nilai tertentu.
3.
Entri data
Entri data adalah proses memasukkan data responden yang sudah dikoding
ke dalam format pengumpulan data.
3.12 Analisa Data
Analisis
data dilakukan dengan pengukuran terhadap masing-masing jawaban responden untuk
menentukan besarnya persentase untuk jawaban masing-masing responden. Dilakukan
uji anova untuk mengetahui signifikasi tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan
dan pekerjaan sampel.
3.13 Penyajian Data
Data
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diagram, tentang hubungan
pendidikan dan umur terhadap tingkat pengetahuan masyarakat desa Patane I
kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik.
3.
14 Defenisi Operasional
Tabel
3.1
Defenisi Operasional
No
|
Variabel
|
Defenisi
operasional
|
1, 2, 3,18,19,
20
|
Pengertian antibiotik
|
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan suatu mikroba,
terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia,
ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikrobba, tetapi relatif tidak toksik
untuk hospes. Sifat toksisitas
selektif yang absolut belum
atau mungkin tidak akan diperoleh (Setiabudy, R., 2011).
Bakteri adalah suatu makhluk kecil (Kuman/mikroba)
yang dapat menyebabkan penyakit/infeksin jika menyerang (masuk ke dalam)
tubuh. Salah satu dampak buruk bakteri bagi kehidupan manusia menyebabkan
penyakit/infeksi (bakteri parasit/patogen) (Anonimc,
2008).
|
4,10,15
|
Tujuan penggunaan antibiotik
|
Antibiotik digunakan untuk melawan infeksi. Infeksi
adalah masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit ke dalam
tubuh manusia atau binatang. Tanda-tanda infeksi yaitu:
1. rasa nyeri akan terasa pada jaringan yang mengalami
infeksi
2. rasa panas
3. pembengkakan
4. kemerahan (Anonime,
2011)
|
5, 7, 8, 9
|
Contoh-contoh antibiotik
|
Antibiotik dapat berupa tablet, injeksi, sirup dan
lainnya. Contoh antibiotik yaitu ciprofloksasin, amoksisilin, tetrasiklin,
cefixime dan lain-lain. Dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
|
6, 11, 12, 13,
14, 17
|
Aturan pakai antibiotik
|
Antibiotik harus diminum sesuai keperluan, sesuai
dengan instruksi dokter atau aturan misalnya berapa hari, apakah sebelum atau
sesudah makan dan sesuai dosisnya.
Minum antibiotik sesuai dosis yang diresepkan dokter, jangan kebanyakan atau kekurangan.
1. Habiskan antibiotik yang diresepkan dokter walau merasa badan sudah
sehat, agar kalau sakit lagi obat tersebut masih manjur digunakan alias tidak
resisten.
2. Jangan membeli sendiri tanpa resep dokter walaupun obat tersebut bisa
dibeli di apotek tanpa resep. Karena Anda tidak tahu persis berapa dosis dan
jumlah yang harus diminum.
3. Ingat antibiotik hanya untuk mengobati penyakit yang berasal dari
bakteri (mikroba) seperti infeksi saluran kemih, radang tenggorokan.
4. Pilek, batuk dan diare umumnya tak perlu antibiotik. Hanya perlu
konsumsi makanan bergizi, minum dan istirahat. Jika 3 hari tidak sembuh
segera ke dokter
5. Jangan malas bertanya ke dokter, obat mana saja yang mengandung
antibiotik dan apa manfaatnya.
6. Jangan membeli antibiotik dengan menggunakan resep yang lama (Anonim e,
2012).
|
16, 21, 22.
|
Efek samping antibiotik
|
Kebiasaan memberikan antibiotik dengan dosis yang
tidak tepat serta waktu pemberian yang terlalu singkat atau terlalu lama akan
menimbulkan masalah resistensi. Pemakaian antibiotik dalam waktu lama (jangka
panjang) dapat merusak hati dan ginjal. Efek samping yang ditimbulkan jika
minum tetrasiklin gigi berwarna coklat (Anonim e, 2012).
|
this is really good!!! it helps me a lot in my research, thank you.. Job well done
BalasHapusU're welcome
Hapus😊
gak ada dapus nya?
BalasHapusNgk, isinya doang...
BalasHapus☺
The Best Baccarat Tables in San Diego, CA for 2021
BalasHapusWith a well-balanced selection of table 바카라 games, and the possibility of a high scoring poker room, 메리트카지노 you can get a great deal of entertainment on the east 인카지노 coast.