Selasa, 22 Juli 2014

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN UMUR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DESA PATANE I KECAMATAN PORSEA KABUPATEN TOBA SAMOSIR TENTANG ANTIBIOTIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Pemakaian antibiotik sudah lazim digunakan oleh masyarakat, tanpa memahami bagaimana seharusnya menggunakan antibiotika tersebut, pengobatan dengan antibiotika yang semakin luas sudah menjadi permasalahan yang penting diseluruh dunia. Saat ini hampir sebagin besar masyarakat telah familiar dengan istilah antibiotik. Antibiotik sendiri adalah zat-zat kimia yang dihasilkn oleh fungi dan bakteri yng memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman. Sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil, antibiotik sering digunakan untuk membunuh bakteri penyebab infeksi (Tiara, S., 2012).
            Menurut direktur jendral bina kefarmasian dan alat kesehatan kementrian kesehatan, Maura Linda Sitanggang dalam periode tujuh dekade terakhir penggunaan antibiotik dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Tapi, kini angka pemakaian antibiotik yang tidak rasional di indonesia sangat memprihatinkan, kini banyak terjadi resistensi mikroba terhadap antibiotik. Padahal penelitian dibidang mikrobiologi klinis hanya sedikit sehingga kalah cepat dengan resistensi mikroba (Anonimd, 2013).
                  Pemakaian antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak membahayakan bagi kesehatan masyarakat.  Gangguan organ tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya. Pemakaian antibiotik berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada dalam tubuh kita, sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur kejadian ini disebut superinfection. Penggunaan antibiotik yang irrasional menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten atau disebut superbugs (Anonimb, 2011).
      Ada berbagai faktor yang dapat memicu berkembangnya resistensi mikroba terhadap antibiotik. Salah satunya, kini antibiotik bisa dijual bebas sehingga sangat mudah didapatkan. Akibatnya, masyarakat lebih bebas menggunakan antibiotik. Penyebab lain adalah tidak terkontrolnya pemakaian antibiotik pada hewan ternak kemudian hasil ternaknya dikonsumsi oleh manusia. Bahkan penyebab yang paling utama penyebab terjadinya resistensi bakteri adalah akibat rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya pemakaian antibiotik, sering kali masyarakat (pasien) yang merasa sudah sembuh tidak menghabiskan semua antibiotik yang sudah diberikan (Anonimd, 2013).
      Pada saat antibiotik dikonsumsi oleh pasien, bakteri yang ada dalam tubuh terus bermutasi. Selalu ada kemungkinan mutasi bakteri yang berlangsung di dalam tubuh pasien, muncul bakteri-bakteri dengan struktur genetik yang beradaptasi dengan kehadiran antibiotik didalam tubuh. Pada penggunaan antibiotik yang tidak tuntas, bakteri-bakteri dengan kemampuan untuk beradaptasi yang baru hasil mutasi ini akan terus berkembang biak, dan bila populasinya mencapai jumlah yang dapat menyebabkan infeksi, pengobatan dengan antibiotik yang sebelumnya akan menjadi kurang efektif.
            Apabila hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka resisitensi bakteri didalam tubuh terus meningkat. Pengobatan terhadap infeksi lanjutan akan membutuhkan jenis-jenis antibiotik yang lebih spesifik dan dapat meningkatkan kesulitan proses medikasi. Biaya pengobatan pun akan meningkat karena penanganan khusus harus diberikan terhadap bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik (Anonimc, 2013).
            Menurut Pangaribuan, R., (2012) hanya 13,20% masyarakat Desa Lumban Pea kabupaten Toba Samosir yang berpengetahuan yang baik tentang antibiotik, sedangkan menurut Manurung, S., (2012) hanya 17,72% pasien rawat jalan puskesmas Siantar Narumonda Kabupaten Toba Samosir yang berpengetahuan baik tentang antibiotik. Sedangakan menurut Nababan, R., (2012) di Desa Nababan Dolok Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan hanya 13,10% masyarakat yang berpengetahuan baik tentang antibiotik. Tentulah pengetahuan yang seperti ini akan berpotensi memperluas dampak yang merugikan dari penggunaan antibiotik tersebut khususnya terjadinya resistensi.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengideraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dalah pendidikan, umur, informasi/media massa, social budaya, lingkungan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2010).
      Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah dapat mempengaruhi pngetahuan seseorang. Tingkat pendidikan berperan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2010).
      Umur adalah lamanya hidup, dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, akan tetapi pada umur-umur tertentu menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Usia dewasa (18-40 tahun) merupakan masa dimana seseorang secara maksimal dapat mencapai prestasi yang memuaskan dalam karirnya. Pada usia tengah (41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (>60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai sehingga menambah pengetahuan (Anonime, 2013).
            Salah satu cara untuk mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan kuesioner (angket) yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan yang meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif dan pertanyaan objektif. Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari nilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seorang penilai yang satu dibandingkan dengan yang lain dan dari satu waktu ke waktu lainnya. Pertanyaan pilihan ganda, betul- salah, menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas dari penilai (Anonima, 2011).
      Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pendidikan dan umur terhadap tingkat pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik.
1.2       Rumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan pendidikan dan umur terhadap tingakat pengetahuan desa Patane I kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik?
1.3       Tujuan Penelitian
1.         Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik.
2.         Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir  tentang antibiotik berdasarkan pendidikan.
3.         Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir  tentang antibiotik berdasarkan umur.
4.         Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengetahuan yang signifikan pada masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir  tentang antibiotik berdasarkan pendidikan.
5.         Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengetahuan yang signifikan pada masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir  tentang antibiotik berdasarkan umur.

1.4       Manfaat Penelitian
Sebagai bahan informasi pihak yang membutuhkan tentang gambaran pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Pendidikan

2.1.1    Pengertian
            Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Koesoema, D., 2010).
Secara umum pendidikan merupakan sebuah fenomena antropologis yang usianya  hampir  setua  dengan  sejarah  manusia  itu  sendiri. Memahami  pendidikan  dalam  kerangkah proses penyempurnaan diri manusia secara terus menerus. Ini terjadi karena secara kodrati manusia memiliki kekurangan dan ketidaklengkapan. Baginya, intervensi manusiawi melalui  pendidikan  merupakan  salah  satu  cara  bagi  manusia  untuk melengkapi  apa  yang  kurang  dari  kodratnya  pendidikan  dapat  melengkapi ketidaksempurnaan dalam kodrat alamiah kita (Koesoema, D., 2010).
Pendidikan  adalah  rekonstruksi  atau  reorganisasi pengalaman yang  menambah  makna  pengalaman,  dan  yang  menambah  kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya. Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat,  melalui  lembaga-lembaga  pendidikan  (sekolah,  perguruan tinggi  atau  melalui  lembaga-lembaga  lain),  dengan  sengaja  mentransformasikan  warisan  budayanya,  yaitu  pengatahuan,  nilai-nilai  dan keterampilan-keterampilan, dan generasi ke generasi. Dalam  Undang-undang  nomor  20  tahun  2003  tentang  Sistem Pendidikan  Nasional  juga  dijelaskan  pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan terencana  untuk  mewujudkan  sarana  belajar  dan  proses  pembelajaran  agar perserta  didik  secara  aktif  mengembangkan  potensi  dirinya  untuk  memiliki kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan, akhlak  mulia,  serta  ketrampilan  yang  diperlukan  dirinya,  masyarakat, Bangsa dan Negara.
Berdasarkan  beberapa  pengertian  di  atas  dapat  diartikan  bahwa pendidikan  merupakan  usaha  yang  dilakukan  dengan  penuh  kesadaran  dan terencana  (bertahap)  dalam meningkatkan potensi  diri  peserta  didik  dalam segala aspeknya menuju terbentuknya kepribadian dan akhlak mulia dengan menggunakan  media  dan  metode pembelajaran  yang  tepat  guna melaksanakan  tugas  hidupnya  sehingga  dapat  mencapai  keselamatan  dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Berdasarkan  pengertian  pendidikan  di  atas  maka  dapat  disimpulkan bahwa  pendidikan  adalah  suatu  usaha  sadar  terencana  untuk  mewujudkan proses  belajar  mengembangkan  potensi  diri,  menambah  pengalaman kemampuan  agar  menjadi  manusia  yang  berakal,  berkerakter,  bermoral, bermartabat serta menjadi manusia seutuhnya (Siswoyo, D., dkk, 2007).

2.2       Pengetahuan
2.2.1    Pengertian
            Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indra (Mubarok, 2009). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil yang dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh seseorang melalui alat indranya.

2.2.2    Tingkat pengetahuan
Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:
1.      Tahu (know
Tahu diartikan hanya sebagai  recall  (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur  bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
2.      Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3.      Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4.      Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan / atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5.      Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6.      Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.2.3    Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yaitu:
1.      Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami.  Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2.      Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3.      Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya cirri-ciri lama, dan timbulnya cirri-ciri baru. Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental tarap berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4.      Minat
Minat adalah suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5.      Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk dilupakan oleh seseorang. Namun, jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan, maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
6.      Kebudayaan lingkungan seseorang
Mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
7.      Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru.

2.3       Antibiotik
2.3.1    Definisi
Antibiotik  adalah  agen  yang  digunakan  untuk  mencegah  dan  mengobati  suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi, yang menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain (Setiabudy, 2008).
            Antibiotik banyak dihasilkan dari mikroorganisme, dan beberapa dihasilkan oleh spesies fungi biasa, misalnya penicillium notatum. Sedikit sekali dihasilkan oleh bakteri asli, kecuali yang berasal dari spesies bacillus (Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002). Tiap antibiotik memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya baik dalam suasana kimianya (Irianto, 2011).

2.3.2    Penggolongan Antibiotik
Menurut Setiabudy (2008), penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)   Berdasarkan struktur kimia antibiotik Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Golongan  Aminoglikosida
antara  lain  amikasin,  dibekasin,  gentamisin, kanamisin,          neomisin,  netilmisin,  paromomisin,  sisomisin,  streptomisin, tobramisin.
b.    Golongan  Beta-Laktam
antara  lain  golongan  karbapenem  (ertapenem, imipenem, meropenem),  golongan  sefalosporin  (sefaleksin,  sefazolin, sefuroksim,  sefadroksil,  seftazidim),  golongan  beta-laktam  monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial  alami  yang  dihasilkan  dari  jamur  jenis  Penicillium chrysognum.
c.    Golongan  Glikopeptida
antara  lain  vankomisin,  teikoplanin,  ramoplanin dan dekaplanin.
d.   Golongan  Poliketida
antara  lain  golongan  makrolida  (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
e.    Golongan Polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin.
f.     Golongan  Kinolon  (fluorokinolon)
antara  lain  asam  nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.
g.    Golongan  Streptogramin
antara  lain  pristinamycin,  virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
h.    Golongan Oksazolidinon, anatara lain linezolid.
i.      Golongan Sulfonamida, antara lain kotrimoksazol dan trimetoprim.
j.      Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.
2)   Berdasarkan toksisitas selektif
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan  bakteri.  Sedangkan  agen  bakterisida  membunuh  bakteri. Perbedaan  ini  biasanya  tidak  penting  secara  klinis  selama  mekanisme pertahanan  pejamu  terlibat  dalam  eliminasi  akhir  patogen  bakteri. Pengecualiannya  adalah  terapi  infeksi  pada  pasien  immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisida. Kadar  minimal  yang  diperlukan  untuk  menghambat  pertumbuhan  mikroba atau membunuhnya, masing – masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)  dan  kadar  bunuh  minimal  (KBM).  Antibiotik  tertentu  aktivitasnya dapat  meningkat  dari  bakteriostatik  menjadi  bakterisid  bila  kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM.
3)   Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik
Menurut Setiabudy (2008), berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai beirkut :
a.         Inhibitor sintesis dinding sel bakteri Memiliki  efek  bakterisidal  dengan  cara  memecah  enzim  dinding  sel  dan menghambat  enzim  dalam  sintesis  dinding  sel.  Contohnya  antara  lain golongan  β-Laktam  seperti  penisilin,  sefalosporin,  karbapenem, monobaktam,  dan  inhibitor  sintesis  dinding  sel  lainnya  seperti vancomysin, basitrasin, fosfomysin,  dan daptomysin.
b.        Inhibitor sintesis protein bakteri Memiliki  efek  bakterisidal  atau  bakteriostatik  dengan  cara  menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti  aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon,  kloramfenikol.
c.         Menghambat sintesa folat Mekanisme  kerja  ini  terdapat  pada  obat-obat  seperti  sulfonamida  dan trimetoprim.  Bakteri  tidak  dapat  mengabsorbsi  asam  folat,  tetapi  harus membuat  asam  folat  dari  PABA  (asam  paraaminobenzoat),  pteridin,  dan glutamat.  Sedangkan  pada  manusia,  asam  folat  merupakan  vitamin  dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba.
d.        Mengubah permeabilitas membran sel Memiliki  efek  bakteriostatik  dan  bakteriostatik  dengan  menghilangkan permeabilitas  membran  dan  oleh  karena  hilangnya  substansi  seluler menyebabkan  sel  menjadi  lisis.  Obat-  obat  yang  memiliki  aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin.
e.         Mengganggu sintesis DNA Mekanisme  kerja  ini  terdapat  pada  obat-obat  seperti  metronidasol, kinolon,  novobiosin.  Obat-obat  ini  menghambat  asam  deoksiribonukleat (DNA)  girase  sehingga  mengahambat  sintesis  DNA.  DNA  girase  adalah enzim  yang  terdapat  pada  bakteri  yang  menyebabkan  terbukanya  dan terbentuknya  superheliks  pada  DNA  sehingga  menghambat  replikasi DNA.
f.         Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
4)   Berdasarkan aktivitas antibiotik
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:
a.       Antibiotika spektrum luas (broad spectrum)
Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik  gram  positif  maupun  gram  negatif.  Antibiotik  berspektrum  luas sering  kali  dipakai  untuk  mengobati  penyakit  infeksi  yang  menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
b.      Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum)
Golongan  ini  terutama  efektif  untuk  melawan  satu  jenis  organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan  oleh  bakteri  gram  positif.  Karena  antibiotik  berspektrum sempit  bersifat  selektif,  maka  obat-obat  ini  lebih  aktif  dalam  melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.
5)   Berdasarkan pola bunuh antibiotic
Terdapat 2 pola bunuh antibiotik terhadap kuman yaitu :
a.    Time  dependent  killing. 
Pada  pola  ini  antibiotik  akan  menghasilkan  daya   bunuh  maksimal  jika  kadarnya  dipertahankan  cukup  lama  di  atas  Kadar Hambat  Minimal  kuman.  Contohnya  pada  antibiotik  penisilin, sefalosporin, linezoid, dan eritromisin.
b.    Concentration  dependent  killing.
Pada  pola  ini  antibiotik  akan menghasilkan  daya  bunuh  maksimal  jika  kadarnya  relatif  tinggi  atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu    lama.  Contohnya  pada  antibiotik  aminoglikosida,  fluorokuinolon, dan ketolid (Setiabudy, 2008).
2.3.3    Prinsip  Kerja Antibiotik
Mekanisme kerja obat antibiotik dibagi atas empat bagian, yaitu:
1.    Penghambatan sintesis dinding sel
Contoh: basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, vankomisin.
2.    Perubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel
Contoh: amfoterisin B, azoles, polien, polimiksin.
3.    Penghambatan sintesis protein (yaitu penghambatan translasindan transkipsi material genetik).
Contoh: aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida (eritromisin), kloramfenikol, linkomisin.
4.    Penghambatan sintesis asam nukleat
Contoh: kuinolon, pirimetamin, rifampisin, sulfonamid, trimetoprim.
Obat antibiotik sering disebut sebagai bakteriostatik dan bakterisidal. Istilah “bakteriostatik” menggambarkan suatu obat yang sewaktu-waktu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Apabila obat dihilangkan, organisme akan tumbuh kembali, dan infeksi atau penyakit akan kambuh. Obat bakteriostatik yang khas adalah tetrasiklin dan sulfonamid. Istilah “bakterisidal” digunakan untuk obat yang menyebabkan kematian mikroorganisme. Obat bakterisidal yang khas adalah beta-laktam (penisilin, sefalosforin) dan aminoglikosida (Syarif, 1997).
2.3.4    Penggunaan Antibiotik
Hasil studi di Indonesia, Pakistan dan India menunjukkan bahwa lebih  dari 70%  pasien diresepkan antibiotik. Hampir 90% pasien mendapatkan  suntikan antibiotik yang sebenarnya tidak diperlukan. Hasil sebuah studi pendahuluan di New Delhi mengenai persepsi masyarakat dan dokter  tentang penggunaan antibiotik, 25% responden menghentikan penggunaan antibiotik ketika  pasien tersebut mulai merasa lebih  baik,  akan  tetapi  pada  kenyataannya  penghentian  pemberian  antibiotik  sebelum waktu  yang  seharusnya,  dapat  memicu  resistensi  antibiotik  tersebut.  Pada  47% responden,  mereka  akan  mengganti  dokternya  jika  dokter  tersebut  tidak  meresepkan antibiotik,  dan  18% orang menyimpan antibiotik  dan  akan  digunakan  lagi untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya, sedangkan 53% orang akan mengobati dirinya sendiri dengan antibiotik ketika sakit. Dan 16% dokter meresepkan antibiotik pada  pasien  dengan  demam  yang  tidak  spesifik,  17%  dokter  merasa  pasien  dengan batuk perlu antibiotik, 18% dokter merekomendasikan antibiotik untuk diare dan 49% dokter  mengobati  telinga  bernanah  dengan  antibiotik.  Peresepan  dan  penggunaan antibiotik  yang  terlalu  berlebihan  tersebut  dapat  memicu  terjadinya  resistensi antibiotik.
Atas indikasi penggunaannya, antibiotik dapat digolongkan menjadi antibiotik untuk terapi  definitif,  terapi  empiris,  dan  terapi  profilaksis.  Terapi  secara definitif hanya  digunakan  untuk  mengobati  infeksi  karena  bakteri. Untuk  mengetahui bahwa infeksi  tersebut  disebabkan  karena  bakteri,  dokter  dapat  memastikannya  dengan kultur  bakteri,  uji  sensitivitas,  tes  serologi  dan  tes  lainnya.  Berdasarkan  laporan, antibiotik  dengan  spektrum  sempit,  toksisitas  rendah,    harga  terjangkau,  dan efektivitas tertinggi harus diresepkan pada terapi definitif.
Pada terapi secara empiris, pemberian  antibiotik  diberikan  pada  kasus  infeksi  yang  belum  diketahui  jenis kumannya  seperti  pada  kasus  gawat  karena  sepsis,  pasien  imunokompromise  dan sebagainya. Terapi antibiotik pada kasus ini diberikan berdasarkan data epidemiologi kuman yang ada. Sedangkan terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan untuk pencegahan pada pasien yang rentan terkena infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik yang berspektrum sempit dan spesifik (Anonimb, 2010).

2.3.5    Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Antibiotik
Faktor –  faktor  yang  mempengaruhi  penggunaan antibiotik di negara berkembang terdiri  dari  faktor  pembuat  resep,  pembuat  obat,  dan  pasien. Faktor yang menentukan  penggunaan obat oleh pembuat resep dapat dipengaruhi  oleh hal-hal berikut:


a.    Tingkat pengetahuan tentang Penggunaan Antibiotik yang Tepat (PAT)
Tingkat  pengetahuan  merupakan  faktor  intrinsik  dari  pembuat  resep,  dan merupakan  faktor  utama  yang  mempengaruhi  rasionalitas  peresepan.  Rendahnya tingkat  pengetahuan  mungkin  disebabkan  kurangnya  pendidikan  tentang penggunaan antibiotik sehingga dapat terjadi salah diagnosis dan kesulitan untuk membedakan infeksi bakteri atau viral.
b.    Ketersediaan sarana diagnostik dan pemeriksaan penunjang
Tersedianya  sarana  diagnostik  dan  pemeriksaan  penunjang  yang  memadai  akan mengarahkan diagnosis dan terapi menjadi lebih tepat.
c.    Permintaan pasien
Keputusan  dokter  dalam  proses  peresepan  antibiotik  dapat  dipengaruhi  oleh keinginan pasien untuk memperoleh obat antibiotik, tetapi pengaruh faktor pasien tidak sebesar faktor dari pembuat resep.
d.   Promosi obat
Seringkali  pihak  farmasi  tertentu  memberikan  insentif  untuk  penggunaan beberapa  jenis  antibiotik  atau  selebaran  informasi  tentang  obat  yang  diproduksi sehingga meningkatkan akses pembuat resep terhadap  penggunaan  antibiotik tertentu.
e.    Ketersediaan obat
Keterbatasan pesediaan obat yang diperlukan dapat mempengaruhi pembuat resep beralih pada jenis obat lain yang mungkin kurang tepat jika dibandingkan dengan obat pilihan utama.
f.     Tingkat dan frekuensi supervisi
Supervisi dapat dilihat berdasarkan tingkat kedisiplinan pengawasannya dan frekuensi supervise pada tiap kasus. Pengawasan oleh atasan dapat meningkatkan  rasionalitas  penggunaan  antibiotik  atau  justru  sebaliknya,  dapat terjadi  pemberian  antibiotik  yang  kurang  atau  berlebihan  akibat  kekhawatiran pembuat resep (Anonimd, 2013).




2.3.6    Resistensi Antibiotik
Menurut Rianto, S., (2009), secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap satu antibiotik melalui 3 mekanisme:
1.      Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya dalam sel mikroba.
Pada kuman gram negatif, molekul antibiotik yang kecil dan polar dapat menembus dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin. Bila porin menghilang atau mengalami mutasi maka masuknya antibiotik akan terhambat, kuman mengurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan antibiotik ke dalam sel (misalnya gentamisin) dan mikroba mengaktifkan pompa efluks untuk membuang keluar antibiotik yang ada dalam sel (misalnya pada tetrasiklin).
2.      Inaktivasi obat.
Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan betalaktam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan antibiotik tersebut.
3.       Mikroba mengubah tempat ikatan antibiotik.
Mekanisme ini terlihat pada S. Aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Kuman ini mengubah Penicillin Binding Proteinnya (PBP) sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan antibiotik beta laktam yang lain.












BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif survei dengan evaluasi hubungan pendidikan dan umur terhadp tingkat pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik. Dimana hubungan tersebut digambarkan dengan pemberian kuisioner yang diisi sendiri oleh responden. Kuisioner terdiri dari dua puluh dua pertanyaan yang dapat menggambarkan sejauh mana pengetahuan masyarakat desa patane I tentang antibiotik.

3.2       Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1    Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Patane I Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir.
3.2.2    Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 3 minggu, dimulai 10 Juni s/d 29 Juni 2013.

3.3       Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa Patane I, Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir, yaitu sebanyak 133 orang.
3.3.1.1 Kriteria inklusi
1. masyarakat yang tinggal di Desa Patane I
2. umur 17 – 55 tahun
3. dapat membaca dan menulis
4. bersedia menjadi responden
3.3.1.2 Kriteria eksklusi
1. masyarakat pendatang yang tidak berdomisili di Desa Patane I
2. di bawah 17 dan di atas 55 tahun
3. tidak dapat membaca dan menulis
4. tidak bersedia menjadi responden
3.3.2    Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berusia 17 tahun s/d 55 tahun yang memenuhi kriteria inklusi.

3.3.3    Besar sampel
Besar sampel yang digunakan adalah berdasarkan rumus Slovin, yaitu:
    
N= jumlah populasi = 133
n= besar sampel
α = batas toleransi kesalahan

 
 
 
 
 99,81
 100

3.3.4    Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan pengambilan sampel secara acak stratifikasi atau stratified random sampling. Dasar penentuan strata yang digunakan adalah pendidikan dan umur. Strata untuk pendidikan adalah: (1) tamat SD/sederajat, (2) tamat SMP/sederajat, (3) tamat SMA/sederajat, dan (4) tamat sarjana (pendidikan setelah SMA). Sedangkan strata untuk umur adalah: (1) umur 17-25 tahun/masa remaja akhir, (2) umur 26-35/masa dewasa awal, (3) umur 36-45 tahun /masa dewasa akhir, (4) umur 46-55 tahun/masa lansia awal. Cara pengambilan sampel pada setiap strata dikombinasi antara pengambilan sampel secara acak sederhana dan sampel jenuh, acak sederhana dilakukan jika jumlah sampel pada strata tertentu banyak (melebihi dari rata-rata jumlah strata) dan sampel jenuh digunakan jika jumlah sampel pada strata tertentu sedikit (kurang dari rata-rata jumlah strata) (Notoatmodjo, 2010).

3.4 Prosedur Penelitian
1.      Diajukan surat permohonan pengantar penelitian ke kampus yang ditujukan kepada Kepala Desa Patane I, Kecamatan porsea, Kabupaten Toba Samosir.
2.      Diserahkan surat pengantar penelitian dari kampus kepada Kepala Desa Patane I (lampiran 1)
3.      Diterima surat balasan dari  Kepala Desa Patane I dan menyerahkan ke kampus (lampiran 2)
4.      Ditetapkan sampel dan besar sampel
5.      Diserahkan lembar persetujuan menjadi responden (lampiran 3)
6.      Dilakukan pembagian kuesioner kepada responden
7.      Pengumpulan kuesioner
8.      Pengolahan data
9.      Penyajian data
3.5 Kerangka Konsep

Pengetahuan Tentang Antibiotik

·         Pendidikan
·         Umur
                               Vb                                                                           Vt

 



Gambar 3.1 Kerangka Konsep penelitian hubungan pendidikan dan umur         terhadap   tingkat  pengetahuan masyarakat desa patane I tentang       antibiotik.








3.6 Kerangka Kerja


Mengajukan surat pengantar penelitian
 





Survei Awal Masyarakat Desa Patane I

-          Pengertian Antibiotik
-          Contoh-contoh Antibiotik
-          Tujuan Penggunaan Antibiotik
-          Aturan pakai Antibiotik
-          Efek samping Antibiotik
Penentuan Sampel

Pembuatan Kuisioner

Uji validitas dan reliabilitas




                                          

Pembagian kuisioner

Pengumpulan Kuisioner

Pengolahan data

Penyajian data
 








Gambar 3.2 Kerangka Kerja penelitian hubungan pendidikan dan umur terhadap     tingkat  pengetahuan masyarakat desa patane I tentang  antibiotik.




3.7       Instrumen penelitian
            Kuesioner penelitian ini merupakan pertanyaan tertutup dengan menyediakan jawaban benar, salah, dan ragu-ragu. Kuesioner berisikan pengetahuan masyarakat tentang antibiotik sebanyak dua puluh dua pertanyaan yang terdiri dari: 1) Pengertian antibiotik, 2) contoh antibiotik, 3) tujuan penggunaan antibiotik, 4) aturan pakai dan 5) efek samping antibiotik. (kuesioner terdapat pada lampiran 4)
Untuk menilai pengetahuan itu diberikan skor atas jawaban kuesioner, bila jawaban benar skor satu, bila jawaban salah skor nol. Selanjutnya digunakan perhitungan untuk memperoleh kategori pengetahuan sebagai berikut:

a.       Menentukan nilai terbesar dan terkecil
Nilai terbesar               = 22
Nilai terkecil                = 0
b.      Menentukan nilai rentang (R)
Rentang = Nilai terbesar – nilai terkecil
= 22 – 0
= 22
c.       Banyak kelas
-          Kurang
-          Cukup
-          Baik
d.      Menentukan nilai panjang kelas
Panjang kelas (i)          = Rentang/Banyak kelas
                                    = 22/3
                                    = 7,33
e.       Menentukan kategori pengetahuan berdasarkan perolehan nilai
Kurang                        = jika responden memiliki jumlah skor 0 sampai 7
Cukup             = jika responden memiliki jumlah skor 8 sampai 14
Baik                 = jika responden memiliki jumlah skor 15 sampai 20


3.8  Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel dibagi menjadi dua yaitu:
1. Variabel bebas             : Pendidikan dan Umur
2. Variabel terikat            : Pengetahuan Tentang Antibiotik

3.9  Uji Kuesioner sebagai alat ukur
      Kuesioner sebagai alat kur atau alat pengumpul setelah selesai disusun, belum berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu maka kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba (trial) di lapangan. Responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat di mana tempat penelitian tersebut dilaksanakan.
Agar diperoleh distribusi hasil nilai pengukuran mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (kuesioner) yang telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas. Suatu alat ukur harus mempunyai kriteria, validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010).

3.9.1 Uji validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur (kuesioner) itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Pada penelitian ini validitas kuesioner diukur dengan membagikan kesioner terhadap 20 responden diluar sampel, data yang diperoleh diolah dengan statistical product and service solutions (SPSS) versi 20. Uji validitas dapat dilihat pada tabel 3.1
3.9.2 Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana sautu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten (tidak berubah) bila dilakukan pengukuran dau kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Pada penelitian ini reliabilitas kuesioner diukur dengan membagikan kesioner terhadap 20 responden diluar sampel, data yang diperoleh diolah dengan SPSS versi 20. Uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Uji validitas dan Uji Reliabilitas
Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
soal1
15,1500
32,661
,615
,915
soal2
15,3000
31,695
,652
,914
soal3
15,3000
31,695
,652
,914
soal4
15,4000
31,832
,579
,916
soal5
15,1500
32,661
,615
,915
soal6
15,2000
32,484
,581
,916
soal7
15,3000
31,905
,610
,915
soal8
15,4000
32,568
,444
,919
soal9
15,4000
32,147
,521
,917
soal10
15,3500
32,029
,560
,916
soal11
15,4000
32,253
,502
,917
soal12
15,5000
31,842
,564
,916
soal13
15,3000
32,537
,487
,918
soal14
15,3000
32,011
,590
,915
soal15
15,2000
32,274
,628
,915
soal16
15,2000
31,958
,699
,913
soal17
15,2000
32,800
,511
,917
soal18
15,3500
32,345
,500
,917
soal19
15,2000
32,589
,557
,916
soal20
15,2000
32,695
,534
,916
soal21
15,1000
33,358
,539
,917
soal22
15,1000
33,358
,539
,917
(sumber hasil uji Item-Total Statistics spss versi 20)
Untuk melihat validitas maka kolom yang dilihat dari tabel 3.1 adalah Corrected Item-Total Correlation (R hitung) dibandingkan dengan R tabel. R tabel untuk 20 responden dengan taraf signifikasi (α) 5% adalah 0,444. Suatu pertanyaan dinyatakan vailid jika R hitung > dari R tabel. Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa pertanyaan kesatu (P1) sampai pertanyaan kedua puluh dua (P22) mempunyai Corrected Item-Total Correlation (R hitung) > dari 0,444. Dari hasil pengujian ini semua pertanyaan dinyatakan vailid.
Untuk melihat reliabilitas maka kolom yang dilihat dari tabel 3.1 adalah Cronbach's Alpha if Item Deleted dibandingkan dengan 0,800. Pertanyaan dianggap reliable jika nilai Cronbach's Alpha if Item Deleted  > dari 0,08 (Situmorang S., H, 2010). Berdasarkan tabel 3.1 diketahuai bahwa pertanyaan kesatu (P1) sampai pertanyaan kedua puluh dua (P22) mempunyai Cronbach's Alpha if Item Deleted > dari 0,800. Dari hasil pengujian ini semua pertanyaan dinyatakan reliabel.

3.10     Data   
3.10.1  Data primer
Data primer diperoleh secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden yang berisi pernyataan dan dipilih jawaban yang telah dipersiapkan.

3.10.2 Data sekunder
Data sekunder berupa data kependudukan yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Patane I Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.
3.11     Pengolahan Data      
Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dengan prosedur sebagai berikut:
1.        Editing
Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang baik agar didapat informasi yang benar. Dalam kegiatan ini dilakukan pemeriksaan apakah jawaban pada lembar penelitian sudah cukup baik.
2.        Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode agar proses pengolahan lebih mudah, dimana pengkodean didasari oleh jawaban yang dipilih dan pada setiap jawaban tersebut diberi skor atau nilai tertentu.
3.        Entri data
Entri data adalah proses memasukkan data responden yang sudah dikoding ke dalam format pengumpulan data.
3.12     Analisa Data
            Analisis data dilakukan dengan pengukuran terhadap masing-masing jawaban responden untuk menentukan besarnya persentase untuk jawaban masing-masing responden. Dilakukan uji anova untuk mengetahui signifikasi tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan dan pekerjaan sampel.


3.13     Penyajian Data
            Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diagram, tentang hubungan pendidikan dan umur terhadap tingkat pengetahuan masyarakat desa Patane I kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir tentang antibiotik.

3. 14 Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
No
Variabel
Defenisi operasional
1, 2, 3,18,19, 20
Pengertian antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik  untuk mikrobba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas  selektif  yang absolut belum atau mungkin tidak akan diperoleh (Setiabudy, R., 2011).

Bakteri adalah suatu makhluk kecil (Kuman/mikroba) yang dapat menyebabkan penyakit/infeksin jika menyerang (masuk ke dalam) tubuh. Salah satu dampak buruk bakteri bagi kehidupan manusia menyebabkan penyakit/infeksi (bakteri parasit/patogen) (Anonimc, 2008).

4,10,15
Tujuan penggunaan antibiotik
Antibiotik digunakan untuk melawan infeksi. Infeksi adalah masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit ke dalam tubuh manusia atau binatang. Tanda-tanda infeksi yaitu:
1.      rasa nyeri akan terasa pada jaringan yang mengalami infeksi
2.      rasa panas
3.      pembengkakan
4.      kemerahan                                   (Anonime, 2011)

5, 7, 8, 9
Contoh-contoh antibiotik
Antibiotik dapat berupa tablet, injeksi, sirup dan lainnya. Contoh antibiotik yaitu ciprofloksasin, amoksisilin, tetrasiklin, cefixime dan lain-lain. Dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
6, 11, 12, 13, 14, 17
Aturan pakai antibiotik
Antibiotik harus diminum sesuai keperluan, sesuai dengan instruksi dokter atau aturan misalnya berapa hari, apakah sebelum atau sesudah makan dan sesuai dosisnya.
Minum antibiotik sesuai dosis yang diresepkan dokter, jangan kebanyakan atau kekurangan.
1.      Habiskan antibiotik yang diresepkan dokter walau merasa badan sudah sehat, agar kalau sakit lagi obat tersebut masih manjur digunakan alias tidak resisten.
2.      Jangan membeli sendiri tanpa resep dokter walaupun obat tersebut bisa dibeli di apotek tanpa resep. Karena Anda tidak tahu persis berapa dosis dan jumlah yang harus diminum.
3.      Ingat antibiotik hanya untuk mengobati penyakit yang berasal dari bakteri (mikroba) seperti infeksi saluran kemih, radang tenggorokan.
4.      Pilek, batuk dan diare umumnya tak perlu antibiotik. Hanya perlu konsumsi makanan bergizi, minum dan istirahat. Jika 3 hari tidak sembuh segera ke dokter
5.      Jangan malas bertanya ke dokter, obat mana saja yang mengandung antibiotik dan apa manfaatnya.
6.      Jangan membeli antibiotik dengan menggunakan resep yang lama (Anonim e, 2012).
16, 21, 22.
Efek samping antibiotik
Kebiasaan memberikan antibiotik dengan dosis yang tidak tepat serta waktu pemberian yang terlalu singkat atau terlalu lama akan menimbulkan masalah resistensi. Pemakaian antibiotik dalam waktu lama (jangka panjang) dapat merusak hati dan ginjal. Efek samping yang ditimbulkan jika minum tetrasiklin gigi berwarna coklat (Anonim e, 2012).






5 komentar:

  1. this is really good!!! it helps me a lot in my research, thank you.. Job well done

    BalasHapus
  2. The Best Baccarat Tables in San Diego, CA for 2021
    With a well-balanced selection of table 바카라 games, and the possibility of a high scoring poker room, 메리트카지노 you can get a great deal of entertainment on the east 인카지노 coast.

    BalasHapus